Senin, 15 Desember 2014

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS PPOB KIPO MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT DAN QSPM

TEGUH BAROTO* DAN CHANDRA PURBOHADININGRAT
ABSTRAK
Melihat persaingan semakin ketat di antara perusahaan penyedia jasa pembayaran online (seperti listrik, air, dan telepon), hal ini yang membuat pentingnya strategi untuk meningkatkan daya saing PT X Malang. Cara terbaik dalam meningkatkan persaingan adalah dengan melibatkan langsung faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis SWOT dan QSPM digunakan dalam penelitian ini untuk merumuskan dan memilih strategi yang tepat untuk daya saing perusahaan. Dari hasil analisis matriks SWOT dirumuskan empat strategi SO, lima strategi WO, tiga strategi ST, dan dua strategi WT. Dalam diagram kartesius posisi perusahaan berada pada strategi WO. Berdasarkan hasil perhitungan matriks QSPM, prioritas pemilihan strategi WO secara berturut-turut adalah penambahan feature-feature produk pelayanan jasa dengan bobot 4,75; memanfaatkan fasilitas internet dalam kegiatan promosi dan pemasaran dengan bobot 3,88; memanfaatkan jaringan instansi pemerintahan dan perusahaan lain secara maksimal dengan bobot 3,84; meningkatkan fasilitas pelayanan loket-loket kios pembayaran online dengan bobot 3,77; dan membuat rencana kerja yang sistematis dengan bobot 3,58.
Kata kunci: strategi bisnis, analisis SWOT, matriks QSPM

Selama ini perusahaan masih memiliki kelemahan di faktor internal dan eksternal dalam menghadapi persaingan bisnis dengan perusahaan lain seperti contohnya Translink yang saat ini mempunyai kekuatan internal seperti produk yang ditawarkan lebih banyak (finance, tiket pesawat, pulsa all operator), sehingga perusahaan perlu melakukan evaluasi dan identifikasi faktor internal dan eksternal secara detail agar perusahaan memahami kekuatan dan kelemahan internal perusahaan serta mengetahui peluang serta ancaman dari perusahaan pesaing. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini memberikan gambaran pada perusahaan untuk melakukan strategi bisnis yang maksimal dalam menghadapi persaingan. Matriks faktor internal dan eksternal, Matriks SWOT, dan QSPM (Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif) adalah tiga tahapan metode alternatif yang bisa menjawab atas permasalahan tersebut.
Perumusan strategi peningkatan daya saing dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Sedangkan pemilihan strategi akhir ditentukan berdasarkan prioritas dari hasil QSPM. Hasil analisis SWOT akan digunakan dalam pemilihan strategi yang tepat dengan menggunakan QSPM. Matriks QSPM merupakan alat analisis yang digunakan dalam tahap keputusan. QSPM menggunakan masukan dari matriks IFE dan EFE pada tahap input, serta matriks IE dan SWOT pada tahap pencocokan untuk memutuskan strategi mana yang terbaik. Strategi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan dalam penetapan kebijakan strategi untuk pengembangan usaha.
Berdasarkan kuadran SWOT yang ditunjukkan pada Gambar 2, posisi PPOB KIPO Malang berada pada kuadran II dengan posisi pada sumbu x sebesar 2,37. Sumbu x merupakan representasi dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh PPOB KIPO Malang. Sedangkan sumbu y ditunjukkan dengan nilai 3,02 yang merupakan representasi dari peluang dan ancaman yang dihadapi PPOB KIPO Malang. Maka pada posisi ini, PPOB KIPO Malang berada pada posisi strategi W-O (kelemahan-peluang) di mana perusahaan menghadapi peluang yang cukup besar sebaliknya disisi lain memiliki kendala berupa kelemahan secara internal.
Berdasarkan hasil Matriks QSPM pada Tabel 8, mengindikasikan bahwa perusahaan perlu melakukan beberapa prioritas strategi yang diurutkan sebagai berikut: Prioritas 1, penambahan feature-feature produk pelayanan jasa (pulsa all operator, PDAM, tiket online) dengan nilai TAS sebesar 4,75. Yang berarti bahwa strategi ini untuk menetapkan apa yang menjadi produk unggulan, produk kompetitif, produk baru, sesuai dengan kompetensi pokok yang dimiliki. Prioritas 2, memanfaatkan fasilitas internet dalam kegiatan promosi dan pemasaran dengan nilai TAS sebesar 3,88. Strategi promosi, strategi ini merupakan kelanjutan dari pemasaran dan produksi, di mana promosi apa yang hendak diluncurkan, media apa yang akan digunakan untuk promosi dan sebagainya. Prioritas 3, memanfaatkan jaringan instansi pemerintahan dan perusahaan lain secara maksimal dengan nilai TAS sebesar 3,84. Strategi ini menunjukkan strategi fungsional lainnya, ini berkaitan dengan pihak luar seperti supplier, konsultan, pemerintah dan lain sebagainya. Prioritas 4, meningkatkan fasilitas pelayanan loket-loket KIPO dengan nilai TAS sebesar 3,77. Termasuk dalam strategi sumber daya manusia (SDM), merupakan strategi yang penting dan harus mencakup seluruh fungsi manajemen. Pemilihan SDM yang tepat dan berkompeten pada bidang yang tepat sangat diperlukan guna memberikan pelayanan. Prioritas 5, membuat rencana kerja yang sistematis dengan nilai TAS sebesar 3,58.
Dengan menggunakan analisis SWOT maka menghasilkan 4 alternatif strategi yaitu S-O (meningkatkan mutu serta layanan kualitas, meningkatkan jumlah loket dengan fasilitas yang bagus, mampu menjangkau daerah pelosok, menjaga kepercayaan loket), strategi (mengembangkan strategi pemasaran yang baik sesuai dengan visi misi, memanfaatkan jaringan untuk menambah kualitas pelayanan, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap pelayanan KIPO), strategi W-O (menambah feature-feature produk pelayanan jasa, memanfaatkan fasilitas internet dalam kegiatan promosi dan pemasaran, membuat rencana kerja yang sistematis, memanfaatkan jaringan instansi pemerintah dan perusahaan lain secara maksimal, meningkatkan fasilitas pelayanan loket-loket KIPO), Strategi W-T (mengamati dan menganalisis perubahan yang dilakukan kompetitor, lebih memperhatikan kualitas mutu dan pelayanan terhadap konsumen). PPOB KIPO Malang akan menggunakan strategi W-O berdasarkan posisi perusahaan dalam kuadran SWOT yang berada pada kuadran II. Prioritas strategi yang harus dijalankan oleh PPOB KIPO Malang adalah menambahkan feature-feature produk pelayanan jasa.

DAFTAR PUSTAKA
David, F.A., 2003. Manajemen Strategi, Jakarta: Pearson Education Asia Pte Ltd dan PT Prehallindo.
David, M.E., David, R.F., and David, F.R., 2009. The Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Applied to Retail Computer Store, The Coastal Business Journal, 8 (1), 42–52.
Dyson, R.G., 2000. Strategy, Performance and Operational Research, Journal of the Operational Research Society, 51, 5–11.
Gao, C-Y., and Peng, D-H., 2011. Consolidating SWOT Analysis with Non Homogeneous Uncertain Preference Information, Knowledge-Based Systems, 24 (6), 796–808.
Houben, G., Vanhoof, K., and Lenie, K., 1999. A Knowledge-Based SWOT-Analysis System as an Instrument for Strategic Planning in Small and Medium Sized Enterprises, Decision Support Systems, 26, 125–135.
Rego, G., and Nunes, R., 2010. Hospital Foundation: a SWOT Analysis, ibusiness, 2, 210–217.


Tan, T.T.W., and Ahmad, Z.U., 1999. Managing Marketing Intelligence: an Asian Marketing Research Perspective, Marketing Intelligence & Planning, 17 (6), 298–306.

DESAIN KEMASAN KARUNG YANG OPTIMAL UNTUK PENGEMAS BAHAN CURAH

LUSI ZAFRIANA
ABSTRAK
Banyak material dalam jumlah besar seperti semen, garam, dan berbagai produk konsumsi primer menggunakan pengemasan tas plastik dari polypropylene. Karena ukuran pengemasan sangat bergantung pada kerapian jenis material, maka diperlukan optimalisasi desain dari ukuran ukuran tas plastik berdasarkan jenis material (kerapatan jumlah besar) dan bobot kerapian produk. Aplikasi algoritma matematik sederhana, di mana ukuran volume karung akan dirubah menjadi bobot jumlah material, maka optimisasi dari panjang dan lebar karung akan sesuai dengan berat jenis material yang diisikan ke dalam pengemasan dapat ditentukan. Menggunakan metode trial error, nilai l (lebar) dan p (panjang) tas plastik, maka dapat diperkirakan tas plastic dapat menampung material seberat m kilogram.
Kata Kunci: ukuran optimal, bobot isi, bobot curah

Bahan-bahan curah di sekitar kita, seperti beras, garam hingga bahan-bahan seperti semen, dan lain-lain biasa dikemas dalam wadah karung plastik. Karung plastik ini biasanya dibuat dari bahan disesuaikan dengan jenis bahan yang akan diisikan. Dengan rumusan yang diperoleh maka penetapan ukuran karung untuk kemasan bahan curah tertentu, di mana selama ini belum diketahui ukuran karungnya, bisa dilakukan secara mudah dan cepat. Ukuran karung woven yang sesuai akan sangat tergantung pada jenis bahan curah yang akan diisikan ke dalamnya. Pada penelitian ini akan diungkap suatu cara untuk menghitung dimensi karung yang optimal.
Dalam mendesain kemasan karung yangoptimal, maka dibutuhkan rumus perhitungan dimensi karung. Yang menyebabkan penentuan dimensi karung menjadi sulit ialah karena karung hanya punya dua ukuran, yaitu lebar dan panjang saja. Tidak ada parameter tebal karung, sehingga volume karung tidak bisa dihitung dengan rumus volume biasa yaitu <!--[if !msEquation]--> <!--[if !vml]--><!--[endif]--><!--[endif]-->.
Dengan rumus yang diperoleh, dicoba-coba nilai l dan p sedemikian sehingga karung akan mampu memuat bahan seberat m kg. Sebagai contoh, bila diinginkan mendisain karung untuk mengemas beras kering 20 kg dengan Bd ≈ 0,8 kg/liter, maka menggunakan Algoritma pada Gambar 4, diperoleh hasil perhitungan seperti terlihat pada Gambar 5, di mana karung dengan lebar 43 cm dan panjang 75 cm cukup untuk mengemas beras 20 kg.
Dimensi karung (lebar dan panjang) yang sesuai sebagai pengemas suatu bahan dengan berat tertentu bisa ditentukan dengan perhitungan matematis dengan menghitung nilai volume bahan (p × l) yang akan dikemas dan disesuaikan dengan bulk density dari bahan yang dikemas untuk menentukan berat optimal yang bisa dimuat karung tersebut. Dengan perhitungan volume (p × l) yang dikonversikan pada ukuran berat maksimal yang bisa ditampung karung, maka desain kemasan karung yang dibuat akan mampu mengakomodasi volume maksimal tanpa merusak karung akibat beban berlebih.

DAFTAR PUSTAKA
Stewart, J. 2000. Kalkulus Universitas, Balai Pustaka, Jakarta.
Taha, H.A. 1996. Operations Research: An Introduction, sixth Edition, Prentice Hall, New York.
Tri Polyta Indonesia, Tbk. 2008. Buku Saku Plastik, Klaten.
Vosniakos CC, Davies BJ. 1989. On the path layout and operation of an AGV system serving an FMS. The International Journal of Advanced Manufacturing Technology; 4: 24–362.

Y. Pochet and L.A. Wolsey. 1993. Lot sizing with constant batches: Formulation and valid inequalities, Mathematics of Operations Research 18, 767–785.

ANALISIS VARIABEL YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AMPLANG SAMARINDA

MURIANI EMELDA ISHARYANI, MUHAMMAD YUDA ANANTA, DEASY KARTIKA RAHAYU K
ABSTRAK
Beberapa masalah yang terjadi pada industri amplang Samarinda menuntut perlunya diketahui indikator dan faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Samarinda. Identifikasi dan analisis dilakukan dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) terhadap indikator dan faktor dari model Diamond Porter. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua indikator yang menyusun dan membentuk setiap faktor dari model Diamond Porter terbukti mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap masing-masing faktornya. Setiap indicator terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Samarinda. Faktor-faktor dari model Diamond Porter secara positif dan signifikan terbukti berpengaruh terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Samarinda. Dari faktor-faktor maupun indikator-indikator yang berpengaruh tersebut, dapat diidentifikasi bahwa faktor kondisi dan sumber daya serta indikator ketersediaan sumber daya modal merupakan faktor dan indikator yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Samarinda.
Kata kunci: industri amplang, pertumbuhan dan peningkatan daya saing, model diamond porter, SEM
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui indikator-indikator dan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan peningkatandaya saing industri amplang di Samarindayang diharapkan dapat memberikan suaturekomendasi yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan meningkatkan daya saing industri amplang di Samarinda. Metode Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor beserta indikator dari model Diamond Porter terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang di Kota Samarinda.
Salah satu IKM yang cukup berkembang pesat di Samarinda adalah industri makanan amplang yaitu makanan ringan yang terbuat dari bahan baku ikan berbentuk bulat dan berwarna putih kecoklat-coklatan. Saat ini telah banyak IKM yang didirikan oleh masyarakat dan bergerak dalam industri produksi ataupun penjualan produk amplang. Dari wawancara dengan beberapa para pengusaha amplang diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada IKM produk amplang ini khususnya terkait dengan problematika daya saing, seperti biaya produksi yang terus meningkat sehingga produk yang ditawarkan harganya tinggi, kapasitas penjualan masih terbatas, masalah kaderisasi IKM, segala aktivitas penjualan dan promosi yang masih dipegang sendiri oleh pemilik usaha, serta adanya permasalahan ketersediaan bahan baku utama yang semakin lama semakin sulit dicari.

Analisis pengaruh indikator terhadap factor dalam hal ini bisa disebut dengan analisis outer model. Pada dasarnya, analisis outer model merupakan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap variabel-variabel yang diukur. Terdapat tiga kriteria untuk menilai outer model yaitu convergent validity, discriminant validity, dan composite reliability.
1. Convergent Validity
Convergent validity bertujuan untuk memvalidasi apakah semua item-item yang menjadi indikator dari suatu konstruk mempunyai hubungan yang signifikan dengan konstruknya, yang dinilai dari besarnya nilai faktor loading masing-masing indicator terhadap konstruknya. Terlihat pada Tabel 1 bahwa semua indicator memiliki nilai faktor loading > 0,7 maka dapat disimpulkan bahwa indikator pada factor memiliki hubungan korelasi yang positif dan signifikan dengan konstruknya serta memiliki validitas konvergen yang baik yang artinya semua indikator-indikator mampu mengukur atau menjadi alat ukur yang tepat dan cermat terhadap masing-masing faktornya (valid).
2. Discriminant Validity
Discriminant validity berguna untuk menilai apakah konstruk memiliki validitas diskriminan yang memadai yaitu dengan cara membandingkan korelasi antara indicator dengan konstruknya harus lebih tinggi dibandingkan korelasi dengan konstruk lainnya. dapat dilihat pada Tabel 3, di mana semua konstruk memiliki nilai AVE > 0,5 yang menunjukkan bahwa setiap faktor telah mampu memprediksi faktor loading indikatorindikator yang berkorelasi dengannya lebih baik dibanding faktor lainnya.
3. Composite Reliability
Composite Reliability digunakan untuk mengukur internal consistency dari sebuah blok konstruk.
Secara umum terlepas dari kondisi factor sumber daya dan ketersediaan sumber daya modal merupakan faktor dan indikator yang paling berpengaruh berdasarkan dari hasil penelitian ini, namun seluruh faktor dan indikator yang ada harus tetap dipertimbangkan bersama oleh seluruh lapisan stakeholders terkait karena semua faktor dan indikator terbukti secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Kota Samarinda.
Berdasarkan analisis inner model, faktor-faktor dari model Diamond Porter yang memengaruhi pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Kota Samarinda secara positif dan signifikan adalah faktor kondisi, faktor sumber daya, faktor kondisi permintaan, faktor industri pendukung dan industri terkait, faktor struktur pasar, persaingan, dan strategi perusahaan, faktor peran pemerintah, serta faktor kesempatan. Menurut para pengusaha penjualan amplang di Kota Samarinda, factor dan indikator yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri amplang Kota Samarinda adalah factor kondisi sumber daya dan indikator ketersediaan sumber daya modal.

DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Samarinda, http://bappeda.samarindakota.go.id/profil_05.php, diakses tanggal 20-10-2013 pukul 13.34 WITA.
Ghozali, I. dan Fuad, 2006. Structural Equation Modeling, Teori Konsep dan Aplikasi, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, I., 2011. Structural Equation Modelling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair Joseph F.JR, Anderson Rolp E., Tatham Ronald L., Black C. William, 2006. Multivariate Data Analysis, 6th Edition, Pearson Education Inc.
Handayani, N.U., Santoso, H., dan Pratama, A.I.., 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Daya Saing Klaster Mebel di Kabupaten Jepara, Jurnal Teknik Industri, 13 (1), 22–30.
Porter, M., 1990. The Competitive Advantage of Nations, New York: Free Press.
Rozandy, R.A., Santoso, I., Putri, S.A., 2013. Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Teknologi dengan Menggunakan Partial Least Square (Studi Kasus: Sentra Industri Tahu Desa Sendang Kec. Banyakan Kediri. Jurnal
Industria, 1 (3), 147–158.
Shanmugam, K.R., and Bhaduri, S.N., 2002. Size, Age and Firm Growth in the Indian Manufacturing Sector, Applied Economics Letters.
Susanty, A., Handayani, N.U., dan Jati, P.A., 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Klaster Batik Pekalongan (Studi Kasus Pada Klaster Batik Kauman, Pesindon dan Jenggot), J@ti Undip, VIII (1).

Susilo, S., 2007. Pertumbuhan Usaha Industri Kecil-Menengah (IKM) dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya. Eksekutif: Jurnal Nasional Manajemen Bisnis. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBMT, 4 (2), 306–313.

ANALISIS MATEMATIS DAN EKONOMIS PENGGUNAAN METANOL DAN ETANOL PADA KOMPOR "HD"


DWI PRIYO UTOMO
Abstrak
Kebutuhan energi yang tinggi mengakibatkan harga bahan bakar semakin meningkat. Hal ini berdampak pada sekt or ktor dunia usaha, karena biaya produksi semakin meningkat tanpa diimbangi peningkatan daya beli pasar. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah penggunaan bahan bakar alternatif yang ekonomis, seperti:bioetanol, alkohol, metanol, dan etanol. Unytuk menguji efisiensi bahan bakar itu dibutuhkan kompor yang sesuai. Pada penelitian ini digunakan alat pemanas yang bernama kompor "HD". Metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar metanol dan etanol adalah metode air mendidih. Pengukuran dilakukan terhadap parameter: volume air dalam panci, suhu air sebelum dipanaskan, berat penggunan bahan bakar, berat jenis bahan bakar, perbedaan temperature, total energi diserap, jumlah energi diserap, energi minimum yang diperlukan, dan jumlah air yang dididihkan. Berdasarkan hasil analisis matematis, disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar etanol memiliki kecepatan pendidihan lebih tinggi dibandingkan metanol. Penggunaan bahan bakar metanol kadar 85% pada kompor HD lebih ekonomis karena terjadi penghematan Rp 544.984,00 untuk peternakan ayam potong per 1000 ekor dalam satu periode usaha 40 hari.
kata kunci: kompor HD, metanol, etanol, analisis matematis-ekonomis

Penggunaan bahan bakar yang efisien sangat diperlukan agar biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat pengguna bahan bakar bisa seminimal mungkin. Para pelaku usaha yang menggunakan alat pemanas sangat berkepentingan dengan bahan bakar yang efisien ini. Dengan adanya peraturan baru pembatasan subsidi untuk elpiji, maka perlu dipikirkan alternatif penggunakan bahan bakar lain yang lebih efisien dan ekonomis. Sehingga penggunaan bahan bakar selain minyak tanah dan elpiji perlu dipertimbangkan lagi. Pada penelitian ini, lebih dikhususkan pada penggunaan bahan bakar cair yaitu etanol dan metanol. Etanol adalah alkohol gandum, atau formula tanaman massa yang berasal dari gula alami yang ditemukan dalam massa bio, atau tumbuh-tumbuhan seperti jagung, gandum, barley, kentang dan tebu.
Kompor HD ini dirancang dengan sistem pembakaran gas bahan bakar hasil pemanasan bahan bakarnya. Tabung bahan bakar terpisah dengan kompor kemudian dihubungkan dengan menggunakan selang. Tabung bahan bakar tersebut dari tabung plastik transparan dengan skala pengukuran. Dengan cara ini akan lebih mudah untuk dilakukan pengukuran penggunaan bahan bakarnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efisiensi bahan bakar metanol dan etanol dengan beberapa kadar metanol dan etanol dengan cara mencampurnya dengan air. Metode yang digunakan adalah metode air mendidih.
Dari hasil penelitian menggunakan metanol, api keluaran dari burner stabil berwarna biru untuk metanol kadar 100% dan 93%, sedangkan untuk metanol kadar 85% api tetap stabil tetapi berwarna sedikit kemerahan. Sedangkan untuk metanol kadar 80% api berwarna kemerahan tetapi api menyala kurang stabil sehingga pada saat digunakan untuk memasak air suhu air bertahan pada suhu 91° C mulai menit ke-17 dan stabil tanpa ada kenaikan hingga ditunggu sampai 5 menit tidak ada kenaikan suhu bahkan kadang turun, sehingga penelitian untuk penggunaan bahan bakar metanol kadar 80% dihentikan.
Dari data diketahui bahwa dengan menggunakan metanol 85%, nyala api selama 1.077 detik menghabiskan 50 ml. bahan bakar. Artinya dengan penggunaan 1 liter metanol 85% kompor bisa digunakan menyalakan api dengan stabil selama 21.980 detik atau 6 jam 6 menit. Berarti biaya pemanasan per kompor per jamnya adalah Rp 868,-. Hal ini berarti jika selama ini penggunaan kompor elpiji di lingkungan usaha peternakan ayam potong menghabiskan satu tabung elpiji subsidi kemasan 3 kg selama 8 jam penyalaan untuk satu kompor. Dengan asumsi harga elpiji subsidi 3 kg adalah Rp. 13.000,- maka biaya pemanasan per kompor per jamnya adalah Rp. 1.625,- Dengan demikian penghematan yang bisa diperoleh jika menggunakan bahan bakar metanol 85% adalah Rp. 757,- per kompor per jamnya.
Bahan bakar etanol bisa digunakan pada kompor HD hingga kadar etanol 85% degan nyala api stabil berwarna biru sedikit kemerahan. Demikian juga, pada metanol kadar 85%. Nyala apinya stabil berwarna biru sedikit kemerahan. Dari hasil analisis matematis dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar etanol memiliki kecepatan pendidihan paling tinggi karena etanol memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Walaupun waktu pendidihan metanol relatif lebih lama dibandingkan etanol, namun penggunaan bahan bakar metanol masih lebih ekonomis. Secara ekonomis, pemanas kandang ayam (pada usaha peternakan ayam potong) direkomendasikan untuk menggunakan bahan bakar metanol kadar 85% karena dari hasil penelitian menunjukkan penghematan yang sangat signfikan, yaitu Rp 544.984,- untuk peternakan ayam potong per 1000 ekor dalam satu periode usaha 40 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anozie, A.N and Bakare, A.R., 2004. "Evaluation of Cooking Energy Cost, Efficiency, Impact on Air Pollution and Policy in Nigeria."
Hariyanto, W.W. dkk., 2007. "Ethanol Electro-Oxidation on ptceo2/C Catalist in Direct Ethanol Fuel Cell "Journal of Chemical and Natural Resources Engineering, 2: 47–61 FKKKSA, Universiti Teknologi Malaysia.
Laksmi, A., dkk., 2010. Perancangan Ulang Kompor Bioetanol dengan Menggunakan Pendekatan Metode Quality Function Deployment (Qfd) dan Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (Triz). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12645-Paper.pdf
Pusat Informasi Energi, 2003. Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rajvansi, Anil K, dkk., 2007. Low-concentration ethanol stove for rural areas in India. Nimbkar Agricultural Research Institute (NARI).
Robinson, J., 2006. Bio-Ethanol as a Household Cooking Fuel: A Mini Pilot Study of the SuperBlu Stove in Peri-Urban Malawi. Loughborough University.

Utomo, D.P. dkk., 1994. Matematika 2 untuk Teknik. Universitas Muhammadiyah Malang.

LIMBAH CAIR INDUSTRI KAKAO SEBAGAI BAHAN PEMBUAT NATA

YUNIANTA
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk memanfaatkan limbah cair dari industri kakao sebagai bahan pembuatan nata. Penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penjernihan limbah cair industri kakao dengan arang aktif pada tingkat pengenceran berbeda serta studi tentang pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula) dan konsentrasi sumber nitrogen yang ditambahkan terhadap pembentukan pelikel nata. Konsentrasi arang aktif dan perlakuan pengenceran berpengaruh terhadap parameter yang terkait dengan kejernihan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Penelitian di tahap kedua dengan perlakuan pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula sukrosa) dan sumber nitrogen menunjukan perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk nata meliputi rendemen: 83,87%; kadar air: 95,23%; serat kasar: 4,22%; kecerahan (L*): 42,87; tekstur: 0,01 mm/g.dt dan ketebalan: 2,42 cm.
kata kunci: limbah kakao, arang aktif, nata
Proses fermentasi pulp adalah merupakan proses yang utama dalam industri pengolahan biji kakao dan menentukan kualitas produk akhir. Tujuan dari fermentasi buah kakao adalah menghilangkan pulp, mematikan biji, membentuk warna dan calon flavor yang diinginkan serta memperbaiki rasa biji kakao. Penjernihan cairan pulp limbah industri kakao dengan arang aktif, selain akan mampu menghilangkan zat warna juga dapat menyerapsenyawa-senyawa nitrogen. Adapun pengenceran akan berakibat berkurangnya konsentrasi senyawa warna, gula dan senyawa nutrisi sumber nitrogen yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara penjernihan (perlakuan konsentrasi arang aktif dan faktor pengenceran) serta pengaruh konsentrasi gula dan sumber nitrogen terhadap kualitas nata yang dihasilkan.
Penelitian tahap I dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua (2) faktor yang masing-masing faktor terdiri dari tiga (3) tingkat. Faktor 1 adalah konsentrasi arang aktif yang terdiri dari 3 tingkat konsentrasi yaitu 1%, 3% dan 5%. Faktor 2 adalah pengenceran yang terdiri dari pengenceran cairan pulp: air 3:1, 1:1 dan 1:3. Penelitian tahap II dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yang masing-masing faktor terdiri dari 3 tingkat: Faktor 1: konsentrasi sukrosa 2,0%, 4,0%, 6,0%, sedangkan Faktor 2 adalah konsentrasi amoniumsulfat 0,2%, 0,3%, 0,4%. Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pada penelitian tahap I dipelajari pengaruh tingkat pengenceran (3:1, 1:1, 1:3) dan konsentrasi arang aktif (1%, 3% dan 5%) terhadap sifat fisiko-kimia limbah cair kakao terjernihkan. Parameter yang diamati adalah kekeruhan, total padatan terlarut, kadar tannin, kecerahan, pH dan kadar gula total. Secara lengkap data penjernihan limbah cair kakao dapat dilihat di Tabel 2. Hasil analisis terhadap limbah cair kakao sebelum perlakuan adalah sebagai berikut: kekeruhan (ppm SiO2) 54,746, total padatan terlarut 22% Brix, kadar tannin sebesar 0,832%, kecerahan (L*)24,2; pH 3,5 dan kadar gula total 20,275%.
Dalam penelitian tahap kedua, limbah cair coklat hasil penjernihan di tahap pertama yang mempunyai kadar gula reduksi 11,476% digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi dengan menggunakan A xylinum untuk mendapatkan produk nata. Pada penelitian tahap kedua ini, dipelajari pengaruh perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% dan perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 0,2%; 0,3% dan 0,4% terhadap beberapa parameter yang meliputi: kadar gula reduksi sisa medium fermentasi, ketebalan nata, kadar serat kasar nata dan rendemen nata.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap gula reduksi sisa medium fermentasi berturut-turut sebesar 1,09%a; 1,34a%a; 2,16%b dan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap pH sisa fermentasi berturut-turut sebesar 3,15b, 3,0a dan 3,09ab.. Aktifitas A. xylinum selama proses fermentasi telah menghasilkan metabolit primer dalam bentuk selulosa maupun sekunder dalam bentuk asam asam organik dilakukan dengan menggunakan gula sebagai sumber karbon. Konsentrasi (NH4)2SO4 dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap gula reduksi dan pH sisa medium fermentasi.
Perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) pada ketebalan nata yang dihasilkan berturut-turut 1,71cma, 2,23cmb dan 1,92cmab. Data ketebalan nata tertinggi diperoleh pada konsentrasi sukrosa 4%. Dalam proses fermentasi tersebut, pertumbuhan bakteri A xylinum optimum memerlukan kadar gula reduksi kira-kira 19,48% dengan asumsi 4% sukrosa setara dengan 8% gula reduksi ditambah dengan kadar gula reduksi awal fermentasi 11,48%. Rendahnya ketebalan nata pada konsentrasi 6%, dimungkinkan karena kadar gula reduksi didalam medium sudah terlalu tinggi yaitu sekitar 23,48%. Berdasarkan hasil pengujian tiap parameter tersebut dengan menggunakan metode multiple atribute (Zeleny,1992), maka diperoleh informasi bahwa perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk yang meliputi rendemen 83,87%, serat kasar 4,22%; kecerahan (L*) 42,87; tekstur 0,01 mm/g.dt dan ketebalan nata 2,42 cm.
Limbah industri kakao dalam bentuk cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nata de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan menggunakan arang aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat interaksi nyata (α = 0,05) antar perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran pada tingkat kekeruhan dan warna kuning (b*) cairan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi secara nyata terhadap ketebalan, rendemen, kadar serat, kadar air dan tekstur nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%.
DAFTAR PUSTAKA
Agyeman, K.O.G and Oldham, J.H., 1986. Utilization of Cacao By-product as an Alternatif Source of Energy Biomass. 10: 311–318.
Belitz, H.D. and Grosch, W., 1987. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin Hendelberg.
Effendi, S., 1995. Utilization of Cacao Sweatings for Nata Production Using Acetobacter Xylinum. Menara Perkebunan. 63(1): 23–26.
Lapuz, M.N., Bullardo, F.G. and Palo, M.A., 1967. The Nata Organism Cultural Requirment Characteristic and Identify. The Philipine Journal of Science. Vol. 9 (2).
Weber, J.T., 1977. Physicochemical Process for Water Quality Control. John Willey and Sons. New York.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Zeleny, M., 1992. Multiple Kriteria Decision Making. McGraw-Hill. New York.